Samarinda – Hingga saat ini di Samarinda, jumlah guru Bimbingan Konseling (BK) di sekolah negeri tidak sebanding dengan jumlah murid yang mereka tangani. Tidak hanya itu, terkait hak guru Bimbingan Konseling (BK) di satuan pendidikan juga masih memprihatinkan.
Hal itu diungkapkan Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur Rusman Ya’qub saat diwawancarai seusai RDP terkait Eksistensi Profesi Bimbingan dan Konseling dalam Upaya Pembangunan Indonesia di Gedung D DPRD Kaltim
.”Saya terkejut ketika tau bahwa eksistensi guru BK di satuan pendidikan, terutama di sekolah negeri, masih sangat kurang. Bahkan beberapa sekolah di Samarinda ini hanya memiliki lima bahkan dua guru BK, tetapi siswa-siswi yang harus mereka tangani itu ribuan,” jelasnya dengan rasa prihatin.
Tak hanya persoalan eksistensinya, Rusman juga menyoroti fasilitas ruang konseling di sekolah yang kurang layak untuk dijadikan ruang kerja.
Pada beberapa kasus yang ditemui, sekolah hanya menyediakan ruangan yang tidak terpakai sebagai ruang konseling, yang belum sesuai dengan standar. Artinya tidak dikhususkan ruangan tersebut sebagai ruangan konseling.
Politisi PPP ini juga menegaskan bahwa problematika di lingkungan sekolah tidak bisa dilimpahkan seluruhnya kepada guru BK
.”Persepsi guru lain terhadap guru BK ini harus di luruskan, jangan sampai seolah-olah problematika siswa harus ditangani guru BK, padahal guru lain juga harus berperan,” lanjutnya.
Meskipun guru BK tidak memiliki jam mengajar seperti guru mata pelajaran lainnya, mereka seringkali memiliki tugas tambahan yang harus dilaksanakan.
Lebih lanjut, Rusman juga mencatat bahwa permasalahan siswa semakin kompleks, dan guru BK dituntut untuk meningkatkan kompetensinya dalam menangani masalah siswa yang rumit.
Ia menyampaikan ada rencana terkait pembentukan klinik konseling di bawah naungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kalimantan Timur sebagai solusi atas permasalahan ini.
Klinik konseling ini melibatkan psikolog untuk menangani masalah-masalah yang tidak dapat ditangani oleh guru-guru di satuan pendidikan.
“Diharapkan ini menjadi solusi tepat. Karena ada saja masalah-masalah krusial yang tidak bisa ditangani oleh guru, maka dari itu akan dilimpahkan kepada yang lebih berkompeten yaitu psikolog,” pungkasnya.