TENGGARONG – Kurikulum merdeka yang baru diberlakukan di Indonesia ternyata tidak mudah diterapkan. Bukan hanya siswa, guru pun harus belajar banyak hal, terutama soal administrasi. Itulah yang dirasakan oleh Leni Ermawati, seorang guru di SDN 005 Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
“Kami juga masih belajar administrasinya. Kalau tentang mengajarnya, gurunya memang sudah belajar untuk mengajar anak, akhirnya guru itu cuma tinggal menyesuaikan bagaimana cara kita mengajarkan kepada anak,” ungkap Leni, Jumat (24/11/2023).
Menurut Leni, kurikulum merdeka memberikan perubahan yang signifikan dalam proses pembelajaran. Di kurikulum merdeka, anak-anak diberi kebebasan untuk belajar sesuai dengan gaya dan minat mereka.
“Kalau dulu itu harus duduk rapi dan siap, kalau sekarang tidak, suka-sukanya mereka yang penting mereka aktif itu yang diutamakan,” katanya.
Namun, kurikulum merdeka juga menimbulkan beberapa kendala, salah satunya adalah komunikasi dengan orang tua siswa. Leni mengatakan bahwa pihak sekolah selalu berusaha untuk berkolaborasi dengan orang tua siswa.
“Sebulan sekali kita panggil orang tua, untuk melihat perkembangannya, sudah sampai dimana kemampuan anak, terus siapa saja anak yang belum bisa akhirnya kita komunikasikan dengan orang tua,” jelasnya.
Selain itu, pihak sekolah juga memberikan bantuan tambahan bagi siswa yang membutuhkan.
“Kita bimbing di sekolah tapi dengan kesepakatan orang tua memberikan waktu untuk anaknya. Misalnya pulang jam 12 tapi kami tahan anak itu sampai jam setengah satu, jadi ada tambahan setengah jam, dan itu harus persetujuan dari orang tuanya,” tambahnya.
Kurikulum merdeka adalah program pemerintah di bidang pendidikan yang bertujuan untuk memberikan kebebasan kepada siswa untuk menentukan minat dan bakat mereka. Kurikulum merdeka juga mengutamakan pembelajaran berbasis proyek dan kolaborasi antara siswa, guru, dan orang tua. (Adv)












