Sangatta, pelitapost.com – Anggota DPRD Kutim Yuli Sa’Pang mengatakan, bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) masih saja kerap terjadi. DPRD Kutim susun rancangan peraturan daerah (raperda) tentang perlindungan perempuan dan anak.
Yuli menerangkan tujuan raperda yang tengah digodok Tim Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kutim tersebut guna menekan bertambahnya kasus kekerasan terhadap anak.
Menurutunya perlu adanya raperda perlindungan perempuan dan anak, karena di Kabupaten Kutim kasus ini sering kali terjadi sehingga perlu ada regulasi yang mengatur.
Dikatakannya permasalahan akan kekerasan perempuan dan anak merupakan hal yang sangat kompleks, maka diperlukan payung hukum yang lebih simpel dan sederhana untuk melepaskan korban dari lingkaran persoalan.
Ia mengatakan bahwa raperda perlindungan perempuan dan anak di kutim, saat ini masih dalam tahap pembahasan dengan salah satu poin berbicara mengenai pemenuhan hak dan kesejahteraan mereka.
Mengenain perlindungan anak, di dalam raperda tersebut membahas berkaitan dengan ketahanan keluarga dan pengasuhan anak. Termasuk mengaitkan antara regulasi satu dengan yang lainnya, seperti terkait Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) bahwa Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) harus memastikan setiap anak yang berada di sana harus mendapatkan pendidikan dan kesejahteraan.
Maka dari itu semua harus dimasukan baik sistem kesejahteraan sosial perempuan dan anak, sub sistem peradilan pidana, dan sub sistem perubahan perilaku,” pungkasnya
Ia menerangkan bahwa pihaknya sudah melakukan studi banding ke Kabupaten Bandung.
Tujuan kunjungan tersebut untuk menggali informasi, medapatkan hasil yang mana keberadaan Perda Perlindungan Perempuan dan Adak (PPA) Kabupaten Bandung memberikan manfaat yang sangat besar terhadap perempuan dan anak. Bahkan mampu mensejahterakan kedua insan ini.
Tidak sebatas melindungi, Perda PPA itu juga mengatur meningkatkan skil dan SDM perempuan dengan fasilitas penunjang setelah pelatihan yang maksimal.
Untuk melatih skill berupa kerajinan seperti penjahit lokal, pembuat topi, atau kerajinan tangan lainya langsung dipasarkan secara lokal. Tentu berdampak pada peningkatan kesejahteraan perempuan,” ujarnya.(*)